MARGINALISASI GOGRAFI (OPINI)

1. Dinamika Geografi
    Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang kompleks selain membahas masalah fisik juga menganalisis non fisik yang berdasarkan tiga pendekatan yaitu keruangan, kelingkungan dan kompleks wilayah. Khususnya di Indonesia, Berdasarkan system pendidikan nasional pada penerapan kurikulum 2013 mata pelajaran geografi khususnya di tingkat SMA/MA sederajat geografi masuk dalam rumpun Ilmu pengetahuan social (IPS) sedangkan geografi di tingkat MTs sederajat mengalami peleburan dan terintegrasi bersama ekonomi dan sejarah menjadi sebuah mata pelajaran yang di sebut dengan IPS. “Materi pelajaran geografi yang awalnya disajikan terpisah pada kurikulum lama kini menjadi terpadu bersama sejarah   dan ekonomi serta hanya di ajarkan oleh seorang guru yang memiliki wawasan terpadu” (Dr. mukminan 2014). Menurut saya keputasan ini tidak tepat karena geografi pada hakikatnya bukanlah sebuah rumpun ilmu yang dikelompokan  dalam ips saja, kenyataaanya di dalam analisis ilmu geografi juga mengkaji fenomena fisik dan alam yang meliputi fenomena geosfer yang justru bertendensi terhadap rumpun ilmu pengetahuan alam (IPA). Kenyataan di atas tentu menjadi kesalahpahaman dan menjadi miskonsepsi yang  menempatkan geografi menjadi rumpun ilmu pengetahuan social saja. Pengkategorian geografi hanya kedalam rumpun IPS  merupakan kesalahan awal, IPA dan IPS sama-sama meruapakan sience. Sehingga tidak tepat jika kategorikan dengan ilmu pengetahuan social saja.
    Dewasa ini paradigma yang yang berkembang dalam dunia pendidikan di tingkat sekolah para siswa  guru dan masyarakat khususnya di daerah saya di Bima NTB, bahwa jurusan IPA merupakan jurusan yang istimewa tempat berkumpulnya siswa yang cerdas rajin dan menjanjikan sedangkan IPS hanya dianggap menjadi jurusan anak-anak yang malas, tidak rajin  serta ribut. Angggapan ini tentu merupakan kesalahan konsepsi dalam memahami pentingnnya esensi sebuah ilmu, sehingga siswa akan lebih cendrung memotivasi dan berusaha agar mereka dapat masuk jurusan IPA yang di kenal lebih unggul dibandingkan jurusan lainnya. Sehingga Jurusan IPS termasuk rumpun matakuliah yang terkandung didalamnya menjadi anggapan jurusan yang tidak terlalu menarik, tidak penting sehingga siswa lebih cendrung mengabaikannya. Sehingga geografi hanya di pandang sebelah mata.
Kuranganya wawasan terhadap esensi pembelajaran geografi yang sesungguhnya khususnya di Indonesia, dimana geografi masih dianggap mempelajari tentang, peta, nama-nama negara provinsi dan ibu kotanya nama-nama planet dsb. Sehingga geografi hanya akan di pandang sebagai mata pelajaran yg membosankan, kurang menarik dan hanya bersifat hafalan dan statis, padahal ini tentu bertentangan sekali dengan esensi geografi yang sesungguhnya dimana geografi bersifat luas, dinamis dan sangat kompleks, ketidakpahaman ini akan menyebabkan geografi hanya akan di abaikan dan tidak di anggap sebagai ilmu yang penting.
    Terlepas dari masalah di atas, tenaga ahli dan pengajar geografi yang berkompeten dalam bidang geografi masih kurang berdasarkan pengalaman saya, dulu waktu Praktik pengalaman kerja (PPL) di salah satu madrasah di Lombok dimana tenaga pengajar geografi hanya berjumlah satu orang, itupun guru tersebut bukan dari alumni yang berkompeten dalam bidang geografi melainkan ilmu lain. Hal serupa juga saya tanyakan pada sekolah lain yang menjadi tempat PPL teman-teman saya rata-rata menyatakan jumlah tenaga pengajar geografi khususnya pada tingkat SMP dan SMA  sederajat hanya berjumalah satu orang saja untuk guru geografi. Kekurangan pengajar geografi di tingkat sekolah akan menyebabkan pembelajaran geografi tidak menjadi maksimal, di karenakan hanya seorang guru yang mengampuh dan memegang kendali untuk pembelajaran geografi tingkat yang berbeda. Sehingga bagimana bisa eksis untuk pelajaran geografi sedangkan tenaga pengajarnya saja masih minim.
   Menurut Dekan Fakultas Geografi UGM Prof. Dr. Suratman, M.Sc dalam Sarasehan Komunitas dan Ahli Geospasial Tematik seregional Jawa, Jumat (16/7). Dikutip dari ugm.ac.id bahwa “Indonesia masih kekurangan periset geografi. Sedikitnya jumlah periset geografi ini karena lulusan geografi di Indonesia hanya berasal dari 2 perguruan tinggi, UGM dan Universitas Muhammadiyah Surakarta”. Kekurangan periset dan alumni ini tentu akan berpengaruh terhadap jumlah karya-karya ilmiah, buku serta hasil-hasil penelitian geografi yang di hasilkan khususnya di Indonesia, sehingga geografi kurang mampu menjawab dinamika perubahan khususnya di Indonesia, sedangkan bencana dan masalah lingkungan dan yg berkaitan dengan geografi  tidak pernah habis. Sehingga porsi dan posisi tawar bagi geograf dalam pengambil dan penentu kebijakan masih rendah dan menyebabkan geografi akan dengan mudah termarginalisasi karenan ketidak mampuannya dalam mengatasi dan menjawab tantangan yang ada.
2. Upaya Untuk Tidak Termarginalisasi.
    Terkait dengan permasalahan pengajaran ilmu geografi yang hanya di ajarkan pada mata pelajaran IPS atau di jurusan IPS sebaiknya juga di ajarkan dan di kembangkan di jurusan IPA atau mata pelajaran IPA dengan begitu tenaga pendidik dalam ilmu geografi dapat ditambah sehingga pengajaran dan perkembangan ilmu geografi akan semakin luas. Misalnya di sebuah sekolah yang hanya terdiri dari satu atau dua orang pengajar geografi setidaknya bisa di tambah minimal tiga sampai lima orang, karena juga dibutuhkan dalam pengajaran pada jurusan IPA sehingga pembelajaran geografi bisa optimal dan maksimal sehingga dapat berkembang di tingkat sekolah baik SMP dan SMA sederajat.
Paradigma dan persepsi yang salah terhadap ilmu geografi harus di hapus dan dibuang jauh-jauh, oleh karena itu peran guru dalam memberikan pemahaman esensi filsafat ilmu geografi yang mendalam sangat penting, metode pembelajaran yang digunakan guru harus ideal tidak hanya berfokus pada ceramah dan hafalan saja sehingga akan memberikan kesan bahwa ilmu geografi bukanlah ilmu yang sempit akan tetapi ilmu yang kompleks dan dinamis.
     Mengahadapi dinamika globalisai dan permasalahan-permasalahn lingkungan yang tidak pernah habis, maka alumni pengajar dan periset-periset yang ahli dalam bidang kajian ilmu geografi harus ditambah supaya tantangan-tantangan bisa di jawab dan dan di atasi. Misalnya setidaknya untuk di setiap kabupaten memiliki ahli-ahli geografi seperti lulusan doctoral dengan jumlah minimal 6 orang dan professor minimal 3, dengan begitu setiap kabupaten di Indonesia memiliki ahli-ahli geografi yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan daerah dan juga memiliki karya-karya ilmiah yang berkaitan dengan daerah asal. Untuk mengahasil alumni-alumni geografi tentu fakultas geografi harus di kembangkan baik di lembaga pemerintahan maupun swasta, selain itu fasilitas-fasilitas penunjang geografi harus di bangun dan tersedia agar alumni atau lulusan mampu bersaing, Dengan begitu posisi tawar ahli-ahli geografi akan begitu kuat baik di daerah dalam penentuan kebijakan-kebijakan daerah baik dalam sector pendidikan, ekonomi, social dan politik bisa menjadi lebih baik. Sehingga geografi bisa berkembang secara optimal dan maksimal. Selain itu posisi jabatan-jabatan strategis yang di pegang oleh ahli geografi tidak hanya perpusat di daerah, akan tetapi juga harus berada di pemerintahan pusat dengan begitu sinergisme dan kebijakan bisa terjaring dengan baik terutama pada sector pendidikan sehingga ilmu geografi tidak lagi mengalami marginalisasi dan mampu berkembang secara pesat.

Sumber:


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/dr-mukminan/ba-26-k13posisi-geoninovasi-pbljr.pdf. Dr. mukminan, 2014. Kurikulum 2013, Posisi MataPelajaran Geografi, dan Inovasi Pembelajaran Geografi Tingkat SMP dan SMA dalam Kurikulum. Diakses pada Tanggal 01 September 2016

https://ugm.ac.id/id/berita/2470-periset.geografi.di.indonesia.masih.kurang. UGM, 2010. Periset Geografi di Indonesia Masih Kurang. Diakses Pada Tanggal 01 September 2016

Komentar