MONUMEN PERANG NGALI

Monumen perang ngali, merupakan salah satu bukti nyata perlawanan masyarakat ngali terhadap tentara belanda. Ngali merupakan salah desa dari kabupaten bima dan meeupakan desa terkuat dan di takuti tentara belanda pada waktu itu. Silahkan baca selengkapnya !



Monumen perang Ngali terletak diDesa Ngali Kecamatan Belo Kabupaten bima. Monumen Ngali berdiri kokoh di sekitaran utara desa Ngali. Monumen perang Ngali ramai dikunjungi oleh wargaNgali khususnya pada saat perayaan idul fitri dan idul adha. Kebiasaan orang Ngali ketika selesai sholat idul fitri ataupun idul adha mereka langsung berbondong-bondong ke makam desa ngali sekaligus mengunjungi Monomen desa Ngali.




Monumen Perang Ngali merupakan sebagai simbol perlawanan desa Ngali terhadap penjajajh Belanda. Perang Ngali terjadi pada tahun 1908-1908 karena desa Ngali tidak mau membayar pajak yang diberlakukan oleh kolonial Belanda. Pada waktu itu terjadi sebuah eskalasi perasaan kecewa terhadap lemahnya kontrol otoritas kekuasaan lokal (Kesultanan Bima-Sultan Ibrahim) terhadap merajalelanya konsep kolonialisme V.O.C Belanda.

Pasca 1905, perlawanan rakyat Aceh dapat dilumpuhkan oleh Belanda, tetapi Perang Aceh telah menguras kekayaan Belanda, sehingga untuk meneruskan konsep kolonialismenya di wilayah Tengah dan Timur Nusantara (Makassar-Sumbawa) dan sekitarnya, biro dagang belanda ini lambat laun mempengaruhi kekuasaan lokal untuk lebih mengintenskan penarikan pajak, baik dari segi kuantitas maupun kualitas perolehan pajak.Masyarakat Ngali (wilayah Kae umumnya) menangkap gelagat ini setelah adanya tukar informasi dengan veteran perang aceh di kota Mekah, saat menunaikan ibadah Haji, karena memang tercatat dalam sejarah lokal Bima, dan dalam oral history (cerita lisan) yang berkembang diwilayah Ngali, orang Ngali termasuk kelompok masyarakat dari Bima yang pertama kali menunaikan ibadah Haji ke Baitullah, sehingga faktor informasi inilah yang menjadi salah satu pendorong betapa masyarakat Ngali tanpa ragu dan takut untuk “membela wibawa Sultan Ibrahim” di hadapan kesewenang-wenangan Belanda dalam bentuk perlawanan bersenjata 

Perang yang berlangsung dalam 3tahap besar ini, berakhir dengan tewasnya pimpinan ekspedisi Belanda, Letnan Vastenour, berikut ratusan prajurit (Baik Belanda totok maupun prajurit Marsose/gabungan), di setiap perbatasan Ngali yang diliwati oleh Sungai Besar yang pada waktu itu memang terjadi hujan yang mengakibatkan terjadi banjir deras.Dengan taktik “membunuh kejut” dan” membunuh senyap” banyak prajurit belanda yang meregang nyawa, terbukti di Kampung Soro Desa Ngali ada kuburan Massal prajurit Belanda yang disebut “Rade Bari” yang berarti Kuburan bagi Pasukan yang datangnya berbaris-baris.Monumen perang Ngali di jadikan lokasi cagar budaya oleh pemerintah kabupaten Bima.



Sumber: Dari Berbagai Sumber

Komentar