ANALISIS RINGKAS MULTIRESIKO BENCANA BIMA

BENCANA BANJIR BIMA  (HAZARD)
KERENTANAN (VULNEARIBILITY)
KAPASITAS (CAPABILITY)
SOLUSI

v  Hujan deras berintensitas tinggi mengguyur kota bima sejak hari Rabu pagi tanggal 20 desember 2016 sampai pukul 13:00 tanggal 21 desember 2016.

v  Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan banjir bandang tersebut mengakibatkan kerugian dan kerusakan mencapai lebih dari Rp 1 triliunLima kecamatan di Kota Bima terendam banjir setinggi 1-2 meter. Banjir bandang tersebut merendam 33 desa di 5 kecamatan di Kota Bima yang meliputi Kecamatan Rasanae, Rasanae Timur, Rasanae Barat dan Punda. Tinggi banjir di wilayah Lewirato, Sadia, Jati Wangi, Melayu, Pena Na’e mencapai 2 meter. Akibatnya sebanyak 105.753 jiwa masyarakat Kota Bima terdampak langsung dari banjir dan masih ribuan rumah terendam banjir

v  Penyebab banjir akibat meluapnya Sungai Padolo dan air bah kiriman dari Wawo. Di beberapa wilayah sungai berpotensi banjir. Seperti jalur sungai Rabasalo Penatoi, Nungga dan Padolo

v  Siklon tropis Yvette yang saat ini posisinya di Samudera Hindia Selatan Bali, sekitar 620 km sebelah selatan Denpasar dengan arah dan kecepatan gerak Utara Timur Laut telah menyebabkan hujan deras di wilayah Indonesia bagian selatan. Adanya siklon tropis tersebut telah memicu hujan ekstrem di beberapa wilayah di NTB diantaranya Bima dan SumbawaBadan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)



v  Faktor fisik
Ø  Wilayah Kota Bima sebagian besar tanahnya berada pada kemiringan 0–2% yaitu dengan kemiringan sebesar 18,33% dari luas wilayah, sedangkan Secara topografis wilayah Kabupaten Bima sebagian besar (70%) merupakan dataran tinggi bertekstur pegunungan sementara sisanya (30%) adalah dataran. keadaan lahan sangat curam (>40) terbesar terdapat pada kecamatan Bolo/Madapangga, Sape/Lambu dan Wawo/Langgudu dari masing-masing luas wilayahnya.

Ø  Sehingga secara geomorfologi, kota bima berupa cekungan yang dikelilingi oleh banyak pegunungan yang mendukung proses limpasan air ke bagian hilir yaitu kota bima, sehingga proses terjadinya banjir menjadi lebih cepat.

v  Faktor social
Ø  Perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan di sungai dan drainase yang menyebabkan penurunan fungsi saluran drainase Sehingga pada saat hujan lebat turun, limpasan air sungai yang seharusnya masuk ke saluran drainase justru meluap ke badan jalan membentuk banjir

Ø  Perambahan Hutan Tutupan Negara (HTN) masih marak terjadi pada sejumlah wilayah di Kabupaten Bima. Berdasarkan catatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Bima, kasus perambahan hutan terjadi pada sejumlah kecamatan. Diantaranya Kecamatan Donggo, Parado, wawo, sape Soromandi, Palibelo, Sanggar, dan Tambora.


Ø  Dari luas kawasan hutan kritis yang terjadi di NTB, seluas 578.645,97 Ha, Kabupaten Bima termasuk paling parah dibandingkan Kabupaten lain luasan lahan kawasan hutan kritis di Kabupaten Bima saat ini mencapai 57.599,56 Ha. sehingga menyebabkan penurunan fungsi hutan sebagai daerah tangkapan dan penampung air limpasan hujan. Kondisi lahan kawasan hutan yang kritis dan mengalami kerusakan itulah, menyebabkan terjadinya banjir saat musim hujan tiba. Pohon yang menjadi penyangga air dan tanah sudah banyak hilang, karena ditebang akibat aksi perambahan dan pembalakan liar.


v  Factor ekonomi
Ø  Dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 438.522 jiwa dan luas wilayah 4.389,40 Km2 berarti tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bima rata-rata sebesar 100 jiwa per Km2 meningkat dari 97.12 jiwa per Km2 tahun 2007. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bima tahun 2008 adalah sebanyak 93.597 jiwa atau 21,79% dari jumlah penduduk. Tingkat kemisikinan di  kabupaten bima masih tergolong tinggi sehingga Sebagian besar penduduk bima bermata pencharian sebagai petani dan perkebunan, akan  membuka lahan dan kawasan hutan sebagai sebagai kawasan pertanian periodic yaitu kegiatan pertanian hanya hanya dimusim hujan saja, sehingga ketika musim hujan berlangsung daya serap air hujan dan limpasan menjadi berkurang. Factor kemiskinan juga menyebabkan maraknya illegal logging dan pembalakan liar sering terjadi.

v  Factor lingkungan
Ø  Kondisi air laut pada kamis 21 desember 2016 masih dalam keadaan pasang sehingga mempersulit proses penyurutan air kiriman dari wawo dan luapan sungai padolo serta sungai lainnya.

Ø  Kondisi saluran sungai dan drainase di kota Bima juga diperparah oleh adanya penumpukan sedimen yang menurunkan kapasitas sungai dan saluran air menuju hilir.

Ø  proses infiltasi yang terjadi belum maksimal. Hal ini dikarenakan adanya pengurangan daerah resapan air atau ruang terbuka hijau (RTH) sehingga menyebabkan

Ø  peningkatan debit air limpasan yang terjadi. Maka dengan kondisi saluran drainase yang telah disebutkan sebelumnya, saluran tidak mungkin lagi menampung debit air limpasan yang justru bertambah.

Ø  Kota Bima masih belum mengembangkan sistem pengelolaan sampah terpadu. Oleh sebab itu permasalahan sampah di Kota bima hingga saat ini masih rumit.

v  Adanya beberapa sungai besar seperti sungai lampe (padolo), sungai Nungga, sungai ntobo. Yang perlu di maksimalkan dengan melakukan pengerukan dan penyelesaian secara sektoral untuk membuang sedimentasi Yang dapat mengurangi risiko banjir di bagian kota bima dan bagian hilir.

v  Sudah Banyak dibangunnya gorong-gorong untuk menampung dan mengalirkan limpasan air dari hulu serta adanya program pembersihan sendimentasi gorong-gorong oleh pemkot bima.


v  Program reboisasi yang telah berjalan untuk memperluas daerah resapan air dibagian hulu, reboisasi meliputi kecamatan wawo, sape, parado yang dikenal memiliki kawasan hutan yang besar jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya

v  Peraturan pemerintah daerah tentang Pemberian sanksi tegas berupa denda bagi masyarakat yang membuang sampah sembarangan


v  Pembangunan dan pembuatan sumur resapan yang sudah ada, akan tetapi perlu dimaksimalkan

v  Pembuatan dan perbaikan tanggul penahan banjir untuk mencegah terjadinya banjir, namun masih dalam tahap proses perbaikan


v  Banyaknya cerita mistis masyarakat tentang keangkeran hutan wawo dan sape yang dikenal dengan jurang pengantin, yang membuat masyarakat takut untuk memasuki kawasan hutan.

v  Revitalisasi saluran drainase dan penambahan media resapan air hujan sebagai solusi banjir

v  Membersihkan saluran drainase dari sampah-sampah

v   Membuang sedimen yang terbentuk sepanjang saluran drainase secara berkala

v  Melakukan pengawasan terhadap peremajaan jalan Kota bimaagar tidak menutupi street inlet

v  Memanfaatkan limpasan atap dalam rangka mengurangi debit limpasan dan mengurangi kebutuhan air.

v  Dari tingkat individu dapat diterapkan Pembuatan biopori, kemudian dalam skala yang lebih besar dapat dibuat sumur resapan, kolam resapan hingga waduk resapan untuk skala yang paling massif.

v  Melakukan reboisasi tanaman khususnya jenis tanaman dan pepohonan yang dapat menyerap air dengan cepat.

v  Memperbanyak dan menyediakan lahan terbuka untuk membuar lahan hijau untuk penyerapan air.

v  Mengubah perilaku masyarakat agar tidak lagi menjadikan  sungai sebagai tempat sampah raksasa Partisipasi seluruh elemen masyarakat harus dilakukan secara terorganisasi dan terkoordinasi agar dapat terlaksana  secara efektif.

v  menjalankan proses pendalaman sungai dengan mengorek semua lumpur dan kekotoran yang terdapat di sungai. Bila proses ini dilakukan, sungai bukan saja menjadi dalam tetapi mampu mengalirkan jumlah air hujan dengan banyak.

v  penegakan  aturan  peruntukan  lahan  menjadi suatu kebutuhan agar kota bima Bebas Banjir di kemudian hari. Perilaku masyarakat kota termasuk para pimpinan wilayah harus berubah menjadi pelaku dalam mengurangi risiko banjir kota  secara  serentak  dan  berkesinambungan  dengan  fokus  pada  perbaikan  ekosistem.


BENCANA GUNUNG MERAPI SANGIANG DAN TAMBORA DI BIMA 
(HAZARD)
KERENTANAN (VULNEARIBILITY)
KAPASITAS (CAPABILITY)
SOLUSI

*      GUNUNG SANGIANG
v  Gunung Sangeang di Sangaang Pulo, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, meletus pada pukul 15.55 Wita. Ketinggian asap mencapai 3.000 meter. Angin membawa asap ke arah barat hingga ke Kota Bima yang berjarak sekitar 70 kilometer.

v  Status Gunung Sangeang waspada. “Masyarakat tidak boleh berada dalam radius 1,5 kilometer, 24 kilometer dari Gunung Sangeangudara menjadi panas. Karena itu, penduduk di sekitar Kecamatan Wera telah mengungsi ke Kota Bima menggunakan kendaraan bermotor untuk menghindari awan panas

v  Sangeang Pulo dihuni sekitar 42 kepala keluarga yang berprofesi sebagai petani. Kerugian meliputi hasil panen yang tidak maksimal disebabkan awan panas dan debu vulkanik.

v  Sebanyak 133 warga yang tinggal di Sangeang Pulo, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, masih terjebak dan belum diketahui nasibnya hingga pukul 18.00 Wita. Jumat, 30 Mei 2014Warga yang sebagian besar anak-anak itu masih menunggu evakuasi ke Sangeang Darat. Ke-133 orang tersebut berprofesi sebagai petani dan peternak sapi. Kawasan tersebut tertutup total oleh asap dan abu vulkanik.

v  Rumah sakit Kecamatan Wera terdapat 18 warga yang dirawat karena luka-luka. Sejumlah 15 orang di antaranya, memilih pulang karena hanya mengalami luka lecet. Sedangkan saat ini ada yang dirawat tiga orang. Sementara itu, di pos Penanggulangan Bencana, ratusan warga Desa Sangeang Darat dievakuasi di rumah sanak keluarganya ke desa lain.






































*      GUNUNG TAMBORA (SEJARAH)

v  Gunung Tambora terletak di pulau Sumbawa yang merupakan bagian dari kepulauan Nusa Tenggara. Gunung ini adalah bagian dari busur Sunda, tali dari kepulauan vulkanik yang membentuk rantai selatan kepulauan Indonesia.

v  Pada tahun 1812, kaldera gunung Tambora mulai bergemuruh dan menghasilkan awan hitam. Pada tanggal 5 April 1815, letusan terjadi, diikuti dengan suara guruh yang terdengar

v  Pada pukul 7:00 malam tanggal 10 April, letusan gunung ini semakin kuat. Tiga lajur api terpancar dan bergabung. Seluruh pegunungan berubah menjadi aliran besar api. Batuan apung dengan diameter 20 cm mulai menghujani pada pukul 8:00 malam, diikuti dengan abu pada pukul 9:00-10:00 malam. Aliran piroklastik panas mengalir turun menuju laut di seluruh sisi semenanjung

v  Semua tumbuh-tumbuhan di pulau hancur. Pohon yang tumbang bercampur dengan abu batu apung masuk ke laut dan membentuk rakit dengan jarak lintas melebihi 5 km. Rakit batu apung lainnya ditemukan di Samudra Hindia, di dekat Kolkata pada tanggal 1 dan 3 Oktober 1815.

v  Tsunami besar menyerang pantai beberapa pulau di Indonesia pada tanggal 10 April, dengan ketinggian di atas 4 m di Sanggar pada pukul 10:00 malam. Tsunami setinggi 1–2 m dilaporkan terjadi di Besuki, Jawa Timur sebelum tengah malam dan tsunami setinggi 2 m terjadi di Maluku.

v  Zollinger (1855) memperkirakan 10.000 orang meninggal karena aliran piroklastik. Di pulau Sumbawa, terdapat 38.000 kematian karena kelaparan, dan 10.000 lainnya karena penyakit dan kelaparan di pulau Lombok. Petroeschevsky (1949) memperkirakan sekitar 48.000 dan 44.000 orang terbunuh di Sumbawa dan Lombok. Beberapa pengarang menggunakan figur Petroeschevsky, seperti Stothers (1984), yang menyatakan jumlah kematian sebesar 88.000 jiwa.



v  Faktor fisik
Ø  Secara geologis Gunung Sangeang Api berada di busur kepulauan Sunda Kecil, yang mencakup Bali dan Kepulauan Nusa tenggara. Busur kepulauan ini unik, sebab meski terbentuk sebagai hasil pertemuan lempeng tektonik Sunda (Eurasia) dengan Australia, namun interaksi kedua lempeng itu demikian rupa sehingga di sepanjang sisi utaranya terbentuk patahan sungkup busur belakang (back-arc thrust), masing-masing sesar Flores di sisi barat dan sesar Alor di sisi timur. Maka busur kepulauan ini dikepung oleh sumber-sumber gempa tektonik besar baik di sepanjang sisi selatannya (yakni di zona subduksi) maupun di sisi utaranya (sesar sungkup).

v  Faktor social
Ø  Seperti halnya pulau-pulau vulkanis di sekitarnya, misalnya pulau Palue, kesuburan lahan pulau Sangeang menjadikannya tempat hunian manusia khususnya di sisi selatan. Namun letusan tahun 1985 yang berlanjut hingga 1988 memaksa seluruh penduduk Sangeang dievakuasi secara permanen ke daratan pulau Sumbawa. Sebab letusan besar tersebut menghamburkan lava, awan panas, hujan batu dan lahar yang mengalir ke sisi barat daya hingga mengubur lembah Sori Oi dan ke arah timur laut menimbuni lembah Sori Berano. Semenjak saat itu pulau Sangeang boleh dikata tak berpenghuni. Namun penduduk masih rutin menyambanginya di siang hari, terutama yang masih memiliki lahan pertanian di sana.


v  Factor ekonomi
Ø  Tingkat perekonomian masyarakat yang rendah, dengan biaya hidup yang tinggi memberikan efek pada ketidakpedulian masyarakat tentang ancaman bencana gunung merapi sehingga masih banyak masyarakat yang mengabaikan peringatan pemerintah untuk tetap beraktivitas walaupun status masih dalam keadaan siaga.

v  Factor lingkungan
Ø  Letak pulo sangiang yang tepencil dan terpisah dari daratan menyebabkan proses evakuasi menjadi suli dan terhambat karena hanya memalalui jalur laut saja.

Ø  Kondisi sangiang pulo yang subur dipenuhi tanah vulkanik yang melimpah sehingga mendorong masyarakat untuk melakukan aktivitas seperti pembalakan liar dan aktivitas pertanian

Ø  Saran transportasi umum untuk proses evakuasi berupa kapal cepat, speed boat atau perahu karet yang belum memadai, hanya beberapa anggota masyarakat yang memiliki perahu mesin sendiri, sehingga proses evakuasi berjalan tidak maksimal, hanya mengandalkan kedatangan tim SAR, TNI dsb.





v  Factor fisik
Ø  Kerajaan sanggar dan pemukiman terletak dibawah kaki gunung tambora sehingga erupsi, awan panas, muntahan material gunung tambora, akan mudah mengalir kebawah karena kondisi morfologi yang curam (karena masih bagian dari pegunungan), sehingga langsung menimpa dan menguburkan ribuan penduduk di sekitar gunung tersebut.

v  Factor social
Ø  Tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat pada saat itu masing sangat kurang, sehingga kesadaran akan bencana sulit sehingg untuk bencana gunung meletus sulit dihindari.

v  Factor ekonomi
Ø  Tingkat kehidupan masyarakat masih minim karena hanya mengandalkan mata pencharian sebagai petani dan peternak selain itu system dan pengaruh kerajaan masih sangat kuat.



v  Factor lingkungan
Ø  Material vulkanis yang dikeluarkan saat Gunung Tambora meletus mencapai lebih dari 100km kubik atau 100 milliar meter kubik, sedangkan Gunung Merapi 'hanya' memuntahkan 150 juta meter kubik.

Ø  Dampaknya sangat luas. Aerosol sulfat yang dikeluarkan oleh letusan Tambora tertahan di atmosfer sehingga menghalangi sinar matahari ke bumi. Setahun kemudian, gelap masih menyelimuti Benua Eropa pada musim panas. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai 'Tahun tanpa musim panas'.
v  Sistem adat yang masih dipegang teguh oleh masyarakat seperti adanya juru kunci yaitu Ama Sandaka dan istrinya. Kedua pasangan suami-istri tersebut memang tinggal di Sangeang Pulo sebagai penjaga Sangeang. Keberadaan juru kunci tersebut memberikan andil besar terhadap informasi tentang gunung sangiang serta perintah dan larangnnya masih dipatuhi masyarakat sekitar.
v  Kearifan local masyarakat sangiang pulo yang masih terjaga seperti dapat mengetahui tanda-tanda gunung akan meletus seperti, naiknya suhu udara, migrasi hewan serta mengeringnya sungai sekitar. Sehingga masyarakat bias sigap dan melakukan evakuasi tanpa perlu adanya peringatan dan perintah dari pemerintah sekitar.















































v  Sistem adat yang masih dipegang teguh pengaruh system kerajaan tradisional masih sangat kuat, namun kapasitas masyarakat dahulu tidak sebanding dengan besarnya bencana yang terjadi, seperti ketersediaan teknologi seperti sekarang. sehingga banyaknnya korban jiwa.

v  Kearifan local masyarakat sangiang pulo yang masih terjaga seperti dapat mengetahui tanda-tanda gunung akan meletus seperti, naiknya suhu udara, migrasi hewan serta mengeringnya sungai dan mata air sekitar. Sehingga masyarakat bisa sigap dan melakukan evakuasi sendiri tanpa perlu adanya peringatan dan perintah dari pemerintah sekitar.


















v  Memaksimalkan pos pemantuan gunung api sehingga aktivitas gunung api lebih akurat dan maksimal memberikan info, sehingga proses evakuasi bias dilakukan secara cepat.
v  Melakukan sosialisasi mitigasi bencana terhdap masyarakat tentang bahaya dan upaya menghindari bencana gunung merapi.
v  Menyediakan kapal cepat sebagai sarana transportasi evakuasi terhadap masyrakat sangiang pulo.
v  Memaksimalkan dan membuat system peringatan dini untuk gunung meletus.





















































v  Memaksimalkan pos pemantuan gunung api sehingga aktivitas gunung api lebih akurat dan maksimal memberikan info, sehingga proses evakuasi bias dilakukan secara cepat.

v  Melakukan sosialisasi mitigasi bencana terhdap masyarakat tentang bahaya dan upaya menghindari bencana gunung merapi.

v  Membuat jalur evakuasi yang cepat dan efisien

v  Memaksimalkan sarana evakuasi berupa transportasi baik, darat laut maupun udara.


BENCANA GEMPA BUMI DI BIMA 
(HAZARD)
KERENTANAN (VULNEARIBILITY)
KAPASITAS (CAPABILITY)
SOLUSI

v  Selama kurun waktu lebih kurang tiga puluh tahun wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), telah kerap kali mengalami bencana geologi yang berupa gempa bumi diantaranya di bima.

v  Gempa dengan kekuatan 6,6 SR mengguncang masyarakat di Nusa Nusa Tenggara Barat. BMKG melaporkan gempa Mag:6.6 SR, telah terjadi Jumat, 30 Desember 2016 pukul 5.30 WIB. Hiposenter pada koordinat 9.37 LS,118.63 BT (59 km Barat Laut Sumbawa Barat Daya Provinsi NTT) dengan kedalaman 91 km.

v  Gempabumi Sumbawa dan Bima terjadi pada bulan Juni dan Juli 2009 pada posisi 7,74o LS - 117,23o BT (14 Juni 2009); 10,9o LS - 117,66o BT (9 Juli 2009) dan 8,93o LS – 117,75o BT (20 Juli 2009) berkekuatan 5,4 – 5,7 SR dengan kedalaman pusat gempa antara 40 – 21 km

v  Pada tanggal 09 November 2009 pukul 02.41 WIB telah terjadi gempa bumi dengan kekuatan 6,7 SR pada kedalaman 25 Km yangg berlokasi di 8.24 LS  118.65 BT (28 km Barat Laut Raba Prov. NTB). Gempa tersebut terutama di rasakan di Kabupaten Bima dan Kota Bima. Akibatnya sebanyak 100 rumah mengalami rusak ringan di Kota Bima

v  Korban luka berat sebanyak 5 orang (4 orang dari Kabupaten Bima dan 1 orang dari Kota Bima). Korban luka ringan sebanyak 40 orang (10 orang dari Kabupaten Bima dan 30 orang dari Kota Bima). Tidak terjadi pengungsian. Sarana kesehatan yang rusak berat 1 unit yaitu Puskesmas Ambalawi di Kab. Bima.

v  Akibat gempa ini, sejumlah bangunan hancur dan beberapa orang luka parah dan luka ringan.ada dua kecamatan yang mengalami kerusakan parah, yaitu Kecamatan Suramandi dan Ambalawi. Daerah tersebut merupakan daerah yang paling dekat dengan pusat gempa.

v  Faktor fisik
Ø  Wilayah Nusa Tenggara Barat menempati posisi tatanan geologi yang kompleks dimana terjadi benturan antara dua lempeng bumi Indo-Australia dan Eurasia yang terus bergerak membentuk wilayah Nusa Tenggara Barat mengalami proses geologi yaitu sedimentasi, pengangkatan, perlipatan dan patahan.

Ø  Proses geologi ini selain menyebabkan Bima memiliki sumberdaya mineral dan panas bumi,  juga mengakibatkan bima memiliki gunung api aktif, memiliki pusat – pusat gempa bumi.


v  Faktor social
Ø  Ketidak pedulian dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap bencana gempa hal ini dapat dilihat dari struktur bangunan rumah permanen yang dibuat tidak mampu menahan gempa yang kuat, sehingga bangunan akan mudah roboh.

v  Factor ekonomi
Ø  Tingkat perekonomian yang rendah sehingga bangunan rumah permanen yang dibuat tidak sesuai bahkan tidak layak, hal ini dapat dilihat dari struktur bangunan yang tiang kawat penyangga dicampur dengan bambu, dan komposisi campuran lebih banyak pasir dan kerikil sehingga campuran semen, pasir dan kerikil tidak proposional, dan menjadi gampang rapu




v  Factor lingkungan
Ø  Struktur tanah yang tidak stabil sehingga berpengaruh terhadap kekuatan fondasi bangunan, kebanyakan perumahan dibangun diatas lahan bekas persawahan atau tanah gembur dan tanah berpasir sehingga tidak memberikan fondasi yang kuat terhadap bangunan. Terutama rumah permanen.


v  Masih banyaknya masyarakat yang menempati rumah panggung yang tahan gempa, hampir tidak ditemukan rumah panggung yg mengalami kerusakan berarti akibat gempa pada tanggal 9 November 2009.

v  Tidak terdapatnya bangunan-bangunan yang tinggi dan berbahaya untuk dikawasan kecamatannya jika dibandingkan kawasan perkotaannya.






























v  Pembangunan rumah panggung perlu di pertahankan karena tahan terhadap goncangan gempa.

v  Untuk pembangunan rumah permanen sebaiknya berwawasan bencana terutama gempa bumi, pembangunan rumah permanen harus memperhatikan kaidah dan struktur bangunan yg tepat supaya tidak mudah roboh misalnya dengan system fondasi cakar ayam.

v  Sosialisasi mitigasi bencana gempa bumi agar masyarakat memahami dan sigap terhadap bencana gempa bumi.




























Sumber:
http://www.bnpb.go.id/berita/3221/siklon-tropis-yvette-picu-banjir-bandang-di-bima-dan-sumbawa
http://www.bnpb.go.id/berita/3227/dampak-banjir-bima-diperkirakan-lebih-dari-1-trilyun-rupiah
https://www.scribd.com/document/361699279/Peranan-Ahli-Geologi-Di-Nusa-Tenggara-Barat-Dalam-Mitigasi-Bencana-Geologi
http://www.iagi.or.id/paper/peranan-ahli-geologi-di-nusa-tenggara-barat-dalam-mitigasi-bencana-geologi
PERANAN AHLI GEOLOGI DI NUSA TENGGARA BARAT DALAM MITIGASI BENCANA GEOLOGI
Kusnadi, Radyus Ramli Hindarman, Muhamaddin, Heryadi Rachmat
bimakota.go.id
bpbd kota bima


Komentar