BENCANA
BANJIR BIMA (HAZARD)
|
KERENTANAN
(VULNEARIBILITY)
|
KAPASITAS
(CAPABILITY)
|
SOLUSI
|
v
Hujan
deras berintensitas tinggi mengguyur kota bima sejak hari Rabu pagi tanggal
20 desember 2016 sampai pukul 13:00 tanggal 21 desember 2016.
v
Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan banjir bandang tersebut
mengakibatkan kerugian dan kerusakan mencapai lebih dari Rp 1 triliunLima
kecamatan di Kota Bima terendam banjir setinggi 1-2 meter. Banjir bandang
tersebut merendam 33 desa di 5 kecamatan di Kota Bima yang meliputi Kecamatan
Rasanae, Rasanae Timur, Rasanae Barat dan Punda. Tinggi banjir di wilayah
Lewirato, Sadia, Jati Wangi, Melayu, Pena Na’e mencapai 2 meter. Akibatnya
sebanyak 105.753 jiwa masyarakat Kota Bima terdampak langsung dari banjir dan
masih ribuan rumah terendam banjir
v Penyebab banjir akibat
meluapnya Sungai Padolo dan air bah kiriman dari Wawo. Di beberapa wilayah
sungai berpotensi banjir. Seperti jalur sungai Rabasalo Penatoi, Nungga dan
Padolo
v
Siklon
tropis Yvette yang saat ini posisinya di Samudera Hindia Selatan Bali,
sekitar 620 km sebelah selatan Denpasar dengan arah dan kecepatan gerak Utara
Timur Laut telah menyebabkan hujan deras di wilayah Indonesia bagian selatan.
Adanya siklon tropis tersebut telah memicu hujan ekstrem di beberapa wilayah
di NTB diantaranya Bima dan SumbawaBadan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG)
|
v
Faktor fisik
Ø
Wilayah
Kota Bima sebagian besar tanahnya berada pada kemiringan 0–2% yaitu dengan
kemiringan sebesar 18,33% dari luas wilayah, sedangkan Secara topografis
wilayah Kabupaten Bima sebagian besar (70%) merupakan dataran tinggi
bertekstur pegunungan sementara sisanya (30%) adalah dataran. keadaan lahan
sangat curam (>40) terbesar terdapat pada kecamatan Bolo/Madapangga,
Sape/Lambu dan Wawo/Langgudu dari masing-masing luas wilayahnya.
Ø
Sehingga
secara geomorfologi, kota bima berupa cekungan yang dikelilingi oleh banyak
pegunungan yang mendukung proses limpasan air ke bagian hilir yaitu kota
bima, sehingga proses terjadinya banjir menjadi lebih cepat.
v
Faktor social
Ø
Perilaku
masyarakat yang membuang sampah sembarangan di sungai dan drainase yang
menyebabkan penurunan fungsi saluran drainase Sehingga pada saat hujan lebat
turun, limpasan air sungai yang seharusnya masuk ke saluran drainase justru
meluap ke badan jalan membentuk banjir
Ø
Perambahan
Hutan Tutupan Negara (HTN) masih marak terjadi pada sejumlah wilayah di
Kabupaten Bima. Berdasarkan catatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan
(Dishutbun) Kabupaten Bima, kasus perambahan hutan terjadi pada sejumlah
kecamatan. Diantaranya Kecamatan Donggo, Parado, wawo, sape Soromandi,
Palibelo, Sanggar, dan Tambora.
Ø
Dari
luas kawasan hutan kritis yang terjadi di NTB, seluas 578.645,97 Ha,
Kabupaten Bima termasuk paling parah dibandingkan Kabupaten lain luasan lahan
kawasan hutan kritis di Kabupaten Bima saat ini mencapai 57.599,56 Ha.
sehingga menyebabkan penurunan fungsi hutan sebagai daerah tangkapan dan
penampung air limpasan hujan. Kondisi lahan kawasan hutan yang kritis dan
mengalami kerusakan itulah, menyebabkan terjadinya banjir saat musim hujan
tiba. Pohon yang menjadi penyangga air dan tanah sudah banyak hilang, karena
ditebang akibat aksi perambahan dan pembalakan liar.
v
Factor ekonomi
Ø
Dengan
jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 438.522 jiwa dan luas wilayah
4.389,40 Km2 berarti tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bima rata-rata
sebesar 100 jiwa per Km2 meningkat dari 97.12 jiwa per Km2 tahun 2007. Jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Bima tahun 2008 adalah sebanyak 93.597 jiwa atau
21,79% dari jumlah penduduk. Tingkat kemisikinan di kabupaten bima masih tergolong tinggi
sehingga Sebagian besar penduduk bima bermata pencharian sebagai petani dan
perkebunan, akan membuka lahan dan
kawasan hutan sebagai sebagai kawasan pertanian periodic yaitu kegiatan
pertanian hanya hanya dimusim hujan saja, sehingga ketika musim hujan
berlangsung daya serap air hujan dan limpasan menjadi berkurang. Factor
kemiskinan juga menyebabkan maraknya illegal logging dan pembalakan liar
sering terjadi.
v
Factor lingkungan
Ø
Kondisi
air laut pada kamis 21 desember 2016 masih dalam keadaan pasang sehingga
mempersulit proses penyurutan air kiriman dari wawo dan luapan sungai padolo
serta sungai lainnya.
Ø
Kondisi
saluran sungai dan drainase di kota Bima juga diperparah oleh adanya
penumpukan sedimen yang menurunkan kapasitas sungai dan saluran air menuju
hilir.
Ø
proses
infiltasi yang terjadi belum maksimal. Hal ini dikarenakan adanya pengurangan
daerah resapan air atau ruang terbuka hijau (RTH) sehingga menyebabkan
Ø
peningkatan
debit air limpasan yang terjadi. Maka dengan kondisi saluran drainase yang
telah disebutkan sebelumnya, saluran tidak mungkin lagi menampung debit air
limpasan yang justru bertambah.
Ø Kota Bima masih belum
mengembangkan sistem pengelolaan sampah terpadu. Oleh sebab itu permasalahan
sampah di Kota bima hingga saat ini masih rumit.
|
v
Adanya
beberapa sungai besar seperti sungai lampe (padolo), sungai Nungga, sungai
ntobo. Yang perlu di maksimalkan dengan melakukan pengerukan dan penyelesaian
secara sektoral untuk membuang sedimentasi Yang dapat mengurangi risiko
banjir di bagian kota bima dan bagian hilir.
v
Sudah
Banyak dibangunnya gorong-gorong untuk menampung dan mengalirkan limpasan air
dari hulu serta adanya program pembersihan sendimentasi gorong-gorong oleh
pemkot bima.
v
Program
reboisasi yang telah berjalan untuk memperluas daerah resapan air dibagian
hulu, reboisasi meliputi kecamatan wawo, sape, parado yang dikenal memiliki
kawasan hutan yang besar jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya
v
Peraturan
pemerintah daerah tentang Pemberian sanksi tegas berupa denda bagi masyarakat
yang membuang sampah sembarangan
v
Pembangunan
dan pembuatan sumur resapan yang sudah ada, akan tetapi perlu dimaksimalkan
v
Pembuatan
dan perbaikan tanggul penahan banjir untuk mencegah terjadinya banjir, namun
masih dalam tahap proses perbaikan
v
Banyaknya
cerita mistis masyarakat tentang keangkeran hutan wawo dan sape yang dikenal
dengan jurang pengantin, yang membuat masyarakat takut untuk memasuki kawasan
hutan.
|
v Revitalisasi
saluran drainase dan penambahan media resapan air hujan sebagai solusi banjir
v
Membersihkan
saluran drainase dari sampah-sampah
v Membuang sedimen yang terbentuk sepanjang
saluran drainase secara berkala
v Melakukan pengawasan terhadap
peremajaan jalan Kota bimaagar tidak menutupi street inlet
v Memanfaatkan limpasan atap
dalam rangka mengurangi debit limpasan dan mengurangi kebutuhan air.
v Dari tingkat individu dapat
diterapkan Pembuatan biopori, kemudian dalam skala yang lebih besar dapat dibuat
sumur resapan, kolam resapan hingga waduk resapan untuk skala yang paling
massif.
v Melakukan reboisasi tanaman
khususnya jenis tanaman dan pepohonan yang dapat menyerap air dengan cepat.
v Memperbanyak dan menyediakan
lahan terbuka untuk membuar lahan hijau untuk penyerapan air.
v Mengubah perilaku masyarakat
agar tidak lagi menjadikan sungai
sebagai tempat sampah raksasa Partisipasi seluruh elemen masyarakat harus
dilakukan secara terorganisasi dan terkoordinasi agar dapat terlaksana secara efektif.
v menjalankan proses pendalaman
sungai dengan mengorek semua lumpur dan kekotoran yang terdapat di sungai.
Bila proses ini dilakukan, sungai bukan saja menjadi dalam tetapi mampu
mengalirkan jumlah air hujan dengan banyak.
v penegakan aturan
peruntukan lahan menjadi suatu kebutuhan agar kota bima
Bebas Banjir di kemudian hari. Perilaku masyarakat kota termasuk para
pimpinan wilayah harus berubah menjadi pelaku dalam mengurangi risiko banjir
kota secara serentak
dan berkesinambungan dengan
fokus pada perbaikan
ekosistem.
|
BENCANA
GUNUNG MERAPI SANGIANG DAN TAMBORA DI BIMA
(HAZARD)
|
KERENTANAN
(VULNEARIBILITY)
|
KAPASITAS
(CAPABILITY)
|
SOLUSI
|
![]()
v
Gunung
Sangeang di Sangaang Pulo, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara
Barat, meletus pada pukul 15.55 Wita. Ketinggian asap mencapai 3.000 meter.
Angin membawa asap ke arah barat hingga ke Kota Bima yang berjarak sekitar 70
kilometer.
v
Status
Gunung Sangeang waspada. “Masyarakat tidak boleh berada dalam radius 1,5
kilometer, 24 kilometer
dari Gunung Sangeangudara menjadi panas. Karena itu, penduduk di sekitar
Kecamatan Wera telah mengungsi ke Kota Bima menggunakan kendaraan bermotor
untuk menghindari awan panas
v Sangeang Pulo dihuni sekitar 42
kepala keluarga yang berprofesi sebagai petani. Kerugian meliputi hasil panen
yang tidak maksimal disebabkan awan panas dan debu vulkanik.
v Sebanyak 133 warga yang tinggal
di Sangeang Pulo, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, masih
terjebak dan belum diketahui nasibnya hingga pukul 18.00 Wita. Jumat, 30 Mei
2014Warga yang sebagian besar anak-anak itu masih menunggu evakuasi ke
Sangeang Darat. Ke-133 orang tersebut berprofesi sebagai petani dan peternak
sapi. Kawasan tersebut tertutup total oleh asap dan abu vulkanik.
v Rumah sakit Kecamatan Wera
terdapat 18 warga yang dirawat karena luka-luka. Sejumlah 15 orang di
antaranya, memilih pulang karena hanya mengalami luka lecet. Sedangkan saat
ini ada yang dirawat tiga orang. Sementara itu, di pos Penanggulangan
Bencana, ratusan warga Desa Sangeang Darat dievakuasi di rumah sanak
keluarganya ke desa lain.
![]()
v
Gunung
Tambora terletak di pulau Sumbawa yang merupakan bagian dari kepulauan Nusa
Tenggara. Gunung ini adalah bagian dari busur Sunda, tali dari kepulauan
vulkanik yang membentuk rantai selatan kepulauan Indonesia.
v
Pada
tahun 1812, kaldera gunung Tambora mulai bergemuruh dan menghasilkan awan
hitam. Pada tanggal 5 April 1815, letusan terjadi, diikuti dengan suara guruh
yang terdengar
v Pada pukul 7:00 malam tanggal
10 April, letusan gunung ini semakin kuat. Tiga lajur api terpancar dan
bergabung. Seluruh pegunungan berubah menjadi aliran besar api. Batuan apung
dengan diameter 20 cm mulai menghujani pada pukul 8:00 malam, diikuti dengan
abu pada pukul 9:00-10:00 malam. Aliran piroklastik panas mengalir turun
menuju laut di seluruh sisi semenanjung
v Semua tumbuh-tumbuhan di pulau
hancur. Pohon yang tumbang bercampur dengan abu batu apung masuk ke laut dan
membentuk rakit dengan jarak lintas melebihi 5 km. Rakit batu apung lainnya
ditemukan di Samudra Hindia, di dekat Kolkata pada tanggal 1 dan 3 Oktober
1815.
v Tsunami besar menyerang pantai
beberapa pulau di Indonesia pada tanggal 10 April, dengan ketinggian di atas
4 m di Sanggar pada pukul 10:00 malam. Tsunami setinggi 1–2 m dilaporkan
terjadi di Besuki, Jawa Timur sebelum tengah malam dan tsunami setinggi 2 m
terjadi di Maluku.
v
Zollinger
(1855) memperkirakan 10.000 orang meninggal karena aliran piroklastik. Di
pulau Sumbawa, terdapat 38.000 kematian karena kelaparan, dan 10.000 lainnya
karena penyakit dan kelaparan di pulau Lombok. Petroeschevsky (1949)
memperkirakan sekitar 48.000 dan 44.000 orang terbunuh di Sumbawa dan Lombok.
Beberapa pengarang menggunakan figur Petroeschevsky, seperti Stothers (1984),
yang menyatakan jumlah kematian sebesar 88.000 jiwa.
|
v
Faktor fisik
Ø
Secara
geologis Gunung Sangeang Api berada di busur kepulauan Sunda Kecil, yang
mencakup Bali dan Kepulauan Nusa tenggara. Busur kepulauan ini unik, sebab
meski terbentuk sebagai hasil pertemuan lempeng tektonik Sunda (Eurasia)
dengan Australia, namun interaksi kedua lempeng itu demikian rupa sehingga di
sepanjang sisi utaranya terbentuk patahan sungkup busur belakang (back-arc
thrust), masing-masing sesar Flores di sisi barat dan sesar Alor di sisi
timur. Maka busur kepulauan ini dikepung oleh sumber-sumber gempa tektonik
besar baik di sepanjang sisi selatannya (yakni di zona subduksi) maupun di
sisi utaranya (sesar sungkup).
v
Faktor social
Ø
Seperti
halnya pulau-pulau vulkanis di sekitarnya, misalnya pulau Palue, kesuburan
lahan pulau Sangeang menjadikannya tempat hunian manusia khususnya di sisi
selatan. Namun letusan tahun 1985 yang berlanjut hingga 1988 memaksa seluruh
penduduk Sangeang dievakuasi secara permanen ke daratan pulau Sumbawa. Sebab
letusan besar tersebut menghamburkan lava, awan panas, hujan batu dan lahar
yang mengalir ke sisi barat daya hingga mengubur lembah Sori Oi dan ke arah
timur laut menimbuni lembah Sori Berano. Semenjak saat itu pulau Sangeang
boleh dikata tak berpenghuni. Namun penduduk masih rutin menyambanginya di
siang hari, terutama yang masih memiliki lahan pertanian di sana.
v
Factor ekonomi
Ø
Tingkat
perekonomian masyarakat yang rendah, dengan biaya hidup yang tinggi
memberikan efek pada ketidakpedulian masyarakat tentang ancaman bencana gunung
merapi sehingga masih banyak masyarakat yang mengabaikan peringatan
pemerintah untuk tetap beraktivitas walaupun status masih dalam keadaan
siaga.
v
Factor lingkungan
Ø
Letak
pulo sangiang yang tepencil dan terpisah dari daratan menyebabkan proses
evakuasi menjadi suli dan terhambat karena hanya memalalui jalur laut saja.
Ø
Kondisi
sangiang pulo yang subur dipenuhi tanah vulkanik yang melimpah sehingga
mendorong masyarakat untuk melakukan aktivitas seperti pembalakan liar dan
aktivitas pertanian
Ø Saran transportasi umum untuk
proses evakuasi berupa kapal cepat, speed boat atau perahu karet yang belum
memadai, hanya beberapa anggota masyarakat yang memiliki perahu mesin
sendiri, sehingga proses evakuasi berjalan tidak maksimal, hanya mengandalkan
kedatangan tim SAR, TNI dsb.
v
Factor fisik
Ø
Kerajaan
sanggar dan pemukiman terletak dibawah kaki gunung tambora sehingga erupsi,
awan panas, muntahan material gunung tambora, akan mudah mengalir kebawah
karena kondisi morfologi yang curam (karena masih bagian dari pegunungan),
sehingga langsung menimpa dan menguburkan ribuan penduduk di sekitar gunung
tersebut.
v
Factor social
Ø
Tingkat
pendidikan dan pengetahuan masyarakat pada saat itu masing sangat kurang,
sehingga kesadaran akan bencana sulit sehingg untuk bencana gunung meletus
sulit dihindari.
v
Factor ekonomi
Ø
Tingkat
kehidupan masyarakat masih minim karena hanya mengandalkan mata pencharian
sebagai petani dan peternak selain itu system dan pengaruh kerajaan masih
sangat kuat.
v
Factor lingkungan
Ø
Material
vulkanis yang dikeluarkan saat Gunung Tambora meletus mencapai lebih dari
100km kubik atau 100 milliar meter kubik, sedangkan Gunung Merapi 'hanya'
memuntahkan 150 juta meter kubik.
Ø
Dampaknya
sangat luas. Aerosol sulfat yang dikeluarkan oleh letusan Tambora tertahan di
atmosfer sehingga menghalangi sinar matahari ke bumi. Setahun kemudian, gelap
masih menyelimuti Benua Eropa pada musim panas. Peristiwa itu kemudian
dikenal sebagai 'Tahun tanpa musim panas'.
|
v
Sistem
adat yang masih dipegang teguh oleh masyarakat seperti adanya juru kunci
yaitu Ama Sandaka dan istrinya. Kedua pasangan suami-istri tersebut memang
tinggal di Sangeang Pulo sebagai penjaga Sangeang. Keberadaan juru kunci
tersebut memberikan andil besar terhadap informasi tentang gunung sangiang
serta perintah dan larangnnya masih dipatuhi masyarakat sekitar.
v
Kearifan
local masyarakat sangiang pulo yang masih terjaga seperti dapat mengetahui
tanda-tanda gunung akan meletus seperti, naiknya suhu udara, migrasi hewan
serta mengeringnya sungai sekitar. Sehingga masyarakat bias sigap dan melakukan
evakuasi tanpa perlu adanya peringatan dan perintah dari pemerintah sekitar.
v
Sistem
adat yang masih dipegang teguh pengaruh system kerajaan tradisional masih
sangat kuat, namun kapasitas masyarakat dahulu tidak sebanding dengan
besarnya bencana yang terjadi, seperti ketersediaan teknologi seperti
sekarang. sehingga banyaknnya korban jiwa.
v
Kearifan
local masyarakat sangiang pulo yang masih terjaga seperti dapat mengetahui
tanda-tanda gunung akan meletus seperti, naiknya suhu udara, migrasi hewan
serta mengeringnya sungai dan mata air sekitar. Sehingga masyarakat bisa
sigap dan melakukan evakuasi sendiri tanpa perlu adanya peringatan dan
perintah dari pemerintah sekitar.
|
v Memaksimalkan
pos pemantuan gunung api sehingga aktivitas gunung api lebih akurat dan
maksimal memberikan info, sehingga proses evakuasi bias dilakukan secara
cepat.
v
Melakukan
sosialisasi mitigasi bencana terhdap masyarakat tentang bahaya dan upaya
menghindari bencana gunung merapi.
v
Menyediakan
kapal cepat sebagai sarana transportasi evakuasi terhadap masyrakat sangiang
pulo.
v
Memaksimalkan
dan membuat system peringatan dini untuk gunung meletus.
v Memaksimalkan
pos pemantuan gunung api sehingga aktivitas gunung api lebih akurat dan
maksimal memberikan info, sehingga proses evakuasi bias dilakukan secara
cepat.
v
Melakukan
sosialisasi mitigasi bencana terhdap masyarakat tentang bahaya dan upaya
menghindari bencana gunung merapi.
v Membuat jalur evakuasi yang
cepat dan efisien
v Memaksimalkan sarana evakuasi
berupa transportasi baik, darat laut maupun udara.
|
BENCANA
GEMPA BUMI DI BIMA
(HAZARD)
|
KERENTANAN
(VULNEARIBILITY)
|
KAPASITAS
(CAPABILITY)
|
SOLUSI
|
v
Selama
kurun waktu lebih kurang tiga puluh tahun wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB),
telah kerap kali mengalami bencana geologi yang berupa gempa bumi diantaranya
di bima.
v
Gempa
dengan kekuatan 6,6 SR mengguncang masyarakat di Nusa Nusa Tenggara Barat. BMKG
melaporkan gempa Mag:6.6 SR, telah terjadi Jumat, 30 Desember 2016 pukul 5.30
WIB. Hiposenter pada koordinat 9.37 LS,118.63 BT (59 km Barat Laut Sumbawa
Barat Daya Provinsi NTT) dengan kedalaman 91 km.
v Gempabumi Sumbawa dan Bima
terjadi pada bulan Juni dan Juli 2009 pada posisi 7,74o LS - 117,23o BT (14
Juni 2009); 10,9o LS - 117,66o BT (9 Juli 2009) dan 8,93o LS – 117,75o BT (20
Juli 2009) berkekuatan 5,4 – 5,7 SR dengan kedalaman pusat gempa antara 40 –
21 km
v Pada tanggal 09 November 2009
pukul 02.41 WIB telah terjadi gempa bumi dengan kekuatan 6,7 SR pada
kedalaman 25 Km yangg berlokasi di 8.24 LS
118.65 BT (28 km Barat Laut Raba Prov. NTB). Gempa tersebut terutama
di rasakan di Kabupaten Bima dan Kota Bima. Akibatnya sebanyak 100 rumah
mengalami rusak ringan di Kota Bima
v Korban luka berat sebanyak 5
orang (4 orang dari Kabupaten Bima dan 1 orang dari Kota Bima). Korban luka
ringan sebanyak 40 orang (10 orang dari Kabupaten Bima dan 30 orang dari Kota
Bima). Tidak terjadi pengungsian. Sarana kesehatan yang rusak berat 1 unit
yaitu Puskesmas Ambalawi di Kab. Bima.
v Akibat gempa ini, sejumlah
bangunan hancur dan beberapa orang luka parah dan luka ringan.ada dua
kecamatan yang mengalami kerusakan parah, yaitu Kecamatan Suramandi dan
Ambalawi. Daerah tersebut merupakan daerah yang paling dekat dengan pusat
gempa.
|
v
Faktor fisik
Ø
Wilayah
Nusa Tenggara Barat menempati posisi tatanan geologi yang kompleks dimana
terjadi benturan antara dua lempeng bumi Indo-Australia dan Eurasia yang
terus bergerak membentuk wilayah Nusa Tenggara Barat mengalami proses geologi
yaitu sedimentasi, pengangkatan, perlipatan dan patahan.
Ø
Proses
geologi ini selain menyebabkan Bima memiliki sumberdaya mineral dan panas
bumi, juga mengakibatkan bima memiliki
gunung api aktif, memiliki pusat – pusat gempa bumi.
v
Faktor social
Ø
Ketidak
pedulian dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap bencana gempa hal ini
dapat dilihat dari struktur bangunan rumah permanen yang dibuat tidak mampu
menahan gempa yang kuat, sehingga bangunan akan mudah roboh.
v
Factor ekonomi
Ø
Tingkat
perekonomian yang rendah sehingga bangunan rumah permanen yang dibuat tidak
sesuai bahkan tidak layak, hal ini dapat dilihat dari struktur bangunan yang
tiang kawat penyangga dicampur dengan bambu, dan komposisi campuran lebih
banyak pasir dan kerikil sehingga campuran semen, pasir dan kerikil tidak
proposional, dan menjadi gampang rapu
v
Factor lingkungan
Ø
Struktur
tanah yang tidak stabil sehingga berpengaruh terhadap kekuatan fondasi
bangunan, kebanyakan perumahan dibangun diatas lahan bekas persawahan atau
tanah gembur dan tanah berpasir sehingga tidak memberikan fondasi yang kuat
terhadap bangunan. Terutama rumah permanen.
|
v
Masih
banyaknya masyarakat yang menempati rumah panggung yang tahan gempa, hampir
tidak ditemukan rumah panggung yg mengalami kerusakan berarti akibat gempa
pada tanggal 9 November 2009.
v
Tidak
terdapatnya bangunan-bangunan yang tinggi dan berbahaya untuk dikawasan
kecamatannya jika dibandingkan kawasan perkotaannya.
|
v
Pembangunan
rumah panggung perlu di pertahankan karena tahan terhadap goncangan gempa.
v
Untuk
pembangunan rumah permanen sebaiknya berwawasan bencana terutama gempa bumi,
pembangunan rumah permanen harus memperhatikan kaidah dan struktur bangunan
yg tepat supaya tidak mudah roboh misalnya dengan system fondasi cakar ayam.
v Sosialisasi mitigasi bencana
gempa bumi agar masyarakat memahami dan sigap terhadap bencana gempa bumi.
|
Sumber:
http://www.bnpb.go.id/berita/3221/siklon-tropis-yvette-picu-banjir-bandang-di-bima-dan-sumbawa
http://www.bnpb.go.id/berita/3227/dampak-banjir-bima-diperkirakan-lebih-dari-1-trilyun-rupiah
https://www.scribd.com/document/361699279/Peranan-Ahli-Geologi-Di-Nusa-Tenggara-Barat-Dalam-Mitigasi-Bencana-Geologi
http://www.iagi.or.id/paper/peranan-ahli-geologi-di-nusa-tenggara-barat-dalam-mitigasi-bencana-geologi
PERANAN
AHLI GEOLOGI DI NUSA TENGGARA BARAT DALAM MITIGASI BENCANA GEOLOGI
Kusnadi,
Radyus Ramli Hindarman, Muhamaddin, Heryadi Rachmat
bimakota.go.id
bpbd
kota bima
Komentar
Posting Komentar
Komentarlah dengan sewajarnya, gunakan bahasa yang baik dan sopan